Masalah Kesehatan Lingkungan Di Indonesia
1. Urbanisasi
penduduk
Di Indonesia,
terjadi perpindahan penduduk dalam jumlah besar dari desa ke kota. Lahan
pertanian yang semakin berkurang terutama di pulau Jawa dan terbatasnya
lapangan pekerjaan mengakibatkan penduduk desa berbondong-bondong datang ke
kota besar mencari pekerjaan sebagai pekerja kasar seperti pembantu rumah
tangga, kuli bangunan dan pelabuhan, pemulung bahkan menjadi pengemis dan
pengamen jalanan yang secara tidak langsung membawa dampak sosial dan dampak
kesehatan lingkungan, seperti munculnya permukiman kumuh dimana-mana.
2. Tempat
pembuangan sampah
Di hampir setiap
tempat di Indonesia, sistem pembuangan sampah dilakukan secara dumping tanpa
ada pengelolaan lebih lanjut. Sistem pembuangan semacam itu selain memerlukan
lahan yang cukup luas juga menyebabkan pencemaran pada udara, tanah, dan air
selain lahannya juga dapat menjadi tempat berkembangbiaknya agens dan vektor
penyakit menular.
3. Penyediaan
sarana air bersih
Berdasarkan survei
yang pernah dilakukan, hanya sekitar 60% penduduk Indonesia mendapatkan air
bersih dari PDAM, terutama untuk penduduk perkotaan, selebihnya mempergunakan
sumur atau sumber air lain. Bila datang musim kemarau, krisis air dapat terjadi
dan penyakit gastroenteritis mulai muncul di mana-mana.
4. Pencemaran
udara
Tingkat pencemaran
udara di Indonesia sudah melebihi nilai ambang batas normal terutama di
kota-kota besar akibat gas buangan kendaraan bermotor. Selain itu, hampir
setiap tahun asap tebal meliputi wilayah nusantara bahkan sampai ke negara
tetangga akibat pembakaran hutan untuk lahan pertanian dan perkebunan.
5. Pembuangan
limbah industri dan rumah tangga
Hampir semua
limbah cair baik yang berasal dari rumah tangga dan industri dibuang langsung
dan bercampur menjadi satu ke badan sungai atau laut, ditambah lagi dengan
kebiasaan penduduk melakukan kegiatan MCK di bantaran sungai. Akibatnya,
kualitas air sungai menurun dan apabila di-gunakan untuk air baku memerlukan
biaya yang tinggi.
6. Bencana
alam/pengungsian
Gempa bumi, tanah
longsor, gunung meletus, atau banjir yang sering terjadi di Indonesia
mengakibatkan penduduk mengungsi yang tentunya menambah banyak permasalahan
kesehatan lingkungan.
7. Perencanaan
tata kota dan kebijakan pemerintah
Perencanaan tata
kota dan kebijakan pemerintah seringkali menimbulkan masalah baru bagi
kesehatan lingkungan. Contoh, pemberian izin tempat permukinan, gedung atau
tempat industri baru tanpa didahului dengan studi kelayakan yang berwawasan
lingkungan dapat menyebabkan terjadinya banjir, pencemaran udara, air, dan
tanah serta masalah sosial lain.
Masalah Kesehatan
Masyarakat di Indonesia
Dewasa ini di Indonesia terdapat beberapa masalah
kesehatan penduduk yang masih perlu mendapat perhatian secara sungguh-sungguh
dari semua pihak antara lain: anemia pada ibu hamil, kekurangan kalori dan
protein pada bayi dan anak-anak, terutama di daerah endemic, kekurangan vitamin
A pada anak, anemia pada kelompok mahasiswa, anak-anak usia sekolah, serta
bagaimana mempertahankan dan meningkatkan cakupan imunisasi. Permasalahan
tersebut harus ditangani secara sungguh-sungguh karena dampaknya akan
mempengaruhi kualitas bahan baku sumber daya manusia Indonesia di masa yang akan
datang.
Perubahan masalah kesehatan ditandai dengan terjadinya
berbagai macam transisi kesehatan berupa transisi demografi, transisi
epidemiologi, transisi gizi dan transisi perilaku. Transisi kesehatan ini pada
dasarnya telah menciptakan beban ganda (double burden) masalah kesehatan.
1. Transisi demografi, misalnya
mendorong peningkatan usia harapan hidup yang meningkatkan proporsi kelompok
usia lanjut sementara masalah bayi dan BALITA tetap menggantung.
2. Transisi epidemiologi, menyebabkan
beban ganda atas penyakit menular yang belum pupus ditambah dengan penyakit
tidak menular yang meningkat dengan drastis.
3. Transisi gizi, ditandai dengan gizi
kurang dibarengi dengan gizi lebih.
4. Transisi perilaku, membawa
masyarakat beralih dari perilaku tradisional menjadi modern yang cenderung
membawa resiko.
Masalah kesehatan tidak hanya ditandai dengan
keberadaan penyakit, tetapi gangguan kesehatan yang ditandai dengan adanya
perasaan terganggu fisik, mental dan spiritual. Gangguan pada lingkungan juga
merupakan masalah kesehatan karena dapat memberikan gangguan kesehatan atau
sakit. Di negara kita mereka yang mempunyai penyakit diperkirakan 15% sedangkan
yang merasa sehat atau tidak sakit adalah selebihnya atau 85%. Selama ini
nampak bahwa perhatian yang lebih besar ditujukan kepada mereka yang sakit.
Sedangkan mereka yang berada di antara sehat dan sakit tidak banyak mendapat
upaya promosi. Untuk itu, dalam penyusunan prioritas anggaran, peletakan
perhatian dan biaya sebesar 85 % seharusnya diberikan kepada 85% masyarakat
sehat yang perlu mendapatkan upaya promosi kesehatan.
Dengan adanya tantangan seperti tersebut di atas maka
diperlukan suatu perubahan paradigma dan konsep pembangunan kesehatan. Beberapa
permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pembangunan kesehatan antara
lain :
1. Masih tingginya disparitas status
kesehatan. Meskipun secara nasional kualitas kesehatan masyarakat telah
meningkat, akan tetapi disparitas status kesehatan antar tingkat sosial
ekonomi, antar kawasan, dan antar perkotaan-pedesaan masih cukup tinggi.
2. Status kesehatan penduduk miskin
masih rendah.
3. Beban ganda penyakit. Dimana pola
penyakit yang diderita oleh masyarakat adalah penyakit infeksi menular dan pada
waktu yang bersamaan terjadi peningkatan penyakit tidak menular, sehingga
Indonesia menghadapi beban ganda pada waktu yang bersamaan (double burden)
4. Kualitas, pemerataan dan
keterjangkauan pelayanan kesehatan masih rendah.
5. Terbatasnya tenaga kesehatan dan
distribusinya tidak merata.
6. Perilaku masyarakat yang kurang
mendukung pola hidup bersih dan sehat.
7. Kinerja pelayanan kesehatan yang
rendah.
8. Rendahnya kondisi kesehatan
lingkungan. Masih rendahnya kondisi kesehatan lingkungan juga berpengaruh
terhadap derajat kesehatan masyarakat. Kesehatan lingkungan merupakan kegiatan
lintas sektor belum dikelola dalam suatu sistem kesehatan kewilayahan.
9. Lemahnya dukungan peraturan
perundang-undangan, kemampuan sumber daya manusia, standarisasi, penilaian
hasil penelitian produk, pengawasan obat tradisional, kosmetik, produk
terapetik/obat, obat asli Indonesia, dan sistem informasi.
Strategi Paradigma
Kesehatan
Paradigma berkembang sebagai hasil sintesa dalam
kesadaran manusia terhadap informasi-informasi yang diperoleh baik dari
pengalaman ataupun dari penelitian.
Dalam perkembangan kebijaksanaan pembangunan kesehatan
maka memasuki era reformasi untuk Indonesia baru telah terjadi perubahan pola
pikir dan konsep dasar strategis pembangunan kesehatan dalam bentuk paradigma
sehat. Sebelumnya pembangunan kesehatan cenderung menggunakan paradigma sakit
dengan menekankan upaya-upaya pengobatan (kuratif) terhadap masyarakat
Indonesia.
Perubahan paradigma kesehatan dan pengalaman kita
dalam menangani masalah kesehatan di waktu yang lalu, memaksa kita untuk
melihat kembali prioritas dan penekanan program dalam upaya meningkatkan
kesehatan penduduk yang akan menjadi pelaku utama dan mempertahankan
kesinambungan pembangunan.
Indonesia menjadi sumber daya manusia
sehat-produktif-kreatif, kita harus berfikir dan agak berbeda dengan apa yang
kita lakukan sekarang. Kita perlu re-orientasi dalam strategi dan pendekatan.
Pembangunan penduduk yang sehat tidak bisa dilakukan melalui pengobatan yang
sedikit saja.
Perubahan paradigma dan re-orientasi mendasar yang
perlu dilakukan adalah paradigma atau konsep yang semula menekankan pada
penyembuhan penyakit berupa pengobatan dan meringankan beban penyakit diubah ke
arah upaya peningkatan kesehatan dari sebagian besar masyarakat yang belum
jatuh sakit agar bias lebih berkontribusi dalam pembangunan.
Konsep Baru Tentang
Makna Sehat
Konsep sakit-sehat senantiasa berubah sejalan dengan
pengalaman kita tentang nilai, peran penghargaan dan pemahaman kita terhadap
kesehatan. Dimulai pada zaman keemasan Yunani bahwa sehat itu sebagai virtue,
sesuatu yang dibanggakan sedang sakit sebagai sesuatu yang tidak bermanfaat.
Filosofi yang berkembang pada saat ini adalah filosofi
Cartesian yang berorientasi pada kesehatan fisik semata-mata yang menyatakan
bahwa seseorang disebut sehat bila tidak ditemukan disfungsi alat tubuh. Mental
dan roh bukan urusan dokter-dokter melainkan urusan agama. Setelah ditemukan
kuman penyebab penyakit batasan sehat juga berubah. Seseorang disebut sehat
apabila setelah diadakan pemeriksaan secara seksama tidak ditemukan penyebab
penyakit. Tahun lima puluhan kemudian definisi sehat WHO mengalami perubahan
seperti yang tertera dalam UU kesehatan RI No. 23 tahun 1992 telah dimasukkan
unsur hidup produktif sosial dan ekonomi.
Definisi terkini yang dianut di beberapa negara maju
seperti Kanada yang mengutamakan konsep sehat produktif. Sehat adalah sarana
atau alat untuk hidup sehari-hari secara produktif.
1.
Paradigma Baru Kesehatan
Setelah
tahun 1974 terjadi penemuan bermakna dalam konsep sehat serta memiliki makna
tersendiri bagi para ahli kesehatan masyarakat di dunia tahun 1994 dianggap
sebagai pertanda dimulainya era kebangkitan kesehatan masyarakat baru, karena
sejak tahun 1974 terjadi diskusi intensif yang berskala nasional dan
internasional tentang karakteristik, konsep dan metode untuk meningkatkan
pemerataan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Setelah
deklarasi Alma HFA-Year 2000 (1976), pertemuan Mexico (1990) dan Saitama (1991)
para ahli kesehatan dan pembuat kebijakan secara bertahap beralih dari
orientasi sakit ke orientasi sehat. Perubahan tersebut antara lain disebabkan
oleh :
a. Transisi epidemiologi pergeseran
angka kesakitan dan kematian yang semula disebabkan oleh penyakit infeksi ke
penyakit kronis, degeneratif dan kecelakaan.
b. Batasan tentang sehat dari keadaan
atau kondisi ke alat/sarana.
c. Makin jelasnya pemahaman kita
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan penduduk.
2.
Upaya Kesehatan
Program
kesehatan yang mengutamakan upaya penyembuhan penyakit dalam jangka panjang
dapat menjadi bumerang terhadap program kesehatan itu sendiri, maka untuk
menyongsong PJP-II program kesehatan yang diperlukan adalah program kesehatan
yang lebih “efektif” yaitu program kesehatan yang mempunyai model-model
pembinaan kesehatan (Health Development Model) sebagai paradigma pembangunan
kesehatan yang diharapkan mampu menjawab tantangan sekaligus memenuhi PJP-II.
Model ini menekankan pada upaya kesehatan dan mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut :
a. Mempersiapkan bahan baku sumber daya
manusia yang berkualitas untuk 20-25 tahun mendatang.
b. Meningkatkan produktivitas sumber
daya manusia yang ada.
c. Melindungi masyarakat luas dari
pencemaran melalui upaya promotif-preventif-protektif dengan pendekatan
pro-aktif.
d. Memberi pelayanan kesehatan dasar
bagi yang sakit.
e. Promosi kesehatan yang memungkinkan
penduduk mencapai potensi kesehatannya secara penuh (peningkatan vitalitas)
penduduk yang tidak sakit (85%) agar lebih tahan terhadap penyakit.
f. Pencegahan penyakit melalui
imunisasi : bumil (ibu hamil), bayi, anak, dan juga melindungi masyarakat dari
pencemaran.
g. Pencegahan, pengendalian, penanggulangan
pencemaran lingkungan serta perlindungan masyarakat terhadap pengaruh
lingkungan buruk (melalui perubahan perilaku)
h. Penggerakan peran serta masyarakat.
i.
Penciptaan
lingkungan yang memungkinkan masyarakat dapat hidup dan bekerja secara sehat.
j.
Pendekatan
multi sektor dan inter disipliner.
k. Pengembangan kebijakan yang dapat
memberi perlindungan pada kepentingan kesehatan masyarakat luas (tidak merokok
di tempat umum).
l.
Penyelenggaraan
pelayanan kesehatan dasar bagi yang sakit.
3. Kebijakan Kesehatan Baru
Perubahan
paradigma kesehatan yang kini lebih menekankan pada upaya promotif-preventif
dibandingkan dengan upaya kuratif dan rehabilitatif diharapkan merupakan titik
balik kebijakan Depkes dalam menangani kesehatan penduduk yang berarti program
kesehatan yang menitikberatkan pada pembinaan kesehatan bangsa bukan sekedar
penyembuhan penyakit. Thomas Kuha menyatakan bahwa hampir setiap terobosan baru
perlu didahului dengan perubahan paradigma untuk merubah kebiasaan dan cara
berpikir yang lama.
4.
Konsekuensi Implikasi dari Perubahan Paradigma
Perubahan
paradigma kesehatan apabila dilaksanakan dapat membawa dampak yang cukup luas.
Hal itu disebabkan karena pengorganisasian upaya kesehatan yang ada, fasilitas
pelayanan kesehatan yang ada, adalah merupakan wahana dan sarana pendukung dari
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada upaya penyembuhan
penyakit, maka untuk mendukung terselenggaranya paradigma sehat yang
berorientasi pada upaya promotif-preventif proaktif, community centered,
partisipasi aktif dan pemberdayaan masyarakat, maka semua wahana tenaga dan
sarana yang ada sekarang perlu dilakukan penyesuaian atau bahkan reformasi
termasuk reformasi kegiatan dan program di pusat penyuluhan kesehatan.
5.
Indikator Kesehatan
WHO
menyarankan agar sebagai indikator kesehatan penduduk harus mengacu pada empat
hal sebagai berikut :
a.
Melihat ada
tidaknya kelainan patosiologis pada seseorang
b.
Mengukur
kemampuan fisik
c.
Penilaian
atas kesehatan sendiri
d. Indeks massa tubuh
6.
Tenaga Kesehatan
Peranan
dokter, dokter gigi, perawat dan bidan dalam upaya kesehatan yang menekankan
penyembuhan penyakit adalah sangat penting. Pengelolaan upaya kesehatan dan
pembinaan bangsa yang sehat memerlukan pendekatan holistic yang lebih luas,
menyeluruh, dan dilakukan terhadap masyarakat secara kolektif dan tidak
individual.
7.
Pemberdayaan Masyarakat
Dalam
pembinaan dan pemberdayaan masyarakat yang sangat penting adalah bagaimana
mengajak dan menggairahkan masyarakat untuk dapat tertarik dan bertanggungjawab
atas kesehatan mereka sendiri dengan memobilisasi sumber dana yang ada pada
mereka.
8.
Kesehatan dan Komitmen Politik
Masalah kesehatan pada dasarnya adalah masalah
politik oleh karena itu untuk memecahkan masalah kesehatan diperlukan komitmen
politik. Dewasa ini masih terasa adanya anggapan bahwa unsur kesehatan penduduk
tidak banyak berperan terhadap pembangunan sosial ekonomi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar